PARADIGMA
ILMU: POSITIVISME, POSTPOSITIVISME DAN KONSTRUKTIVISME
Ditelaah oleh : Hartono (mahasiswa
PPs. Ilmu Hukum/S3 UII)
Pendahuluan
Dewasa ini terdapat perhatian yang
semakin besar terhadap filsafat ilmu. Perkembangan cepat dialami oleh banyak
ilmu serta pengaruhnya yang semakin besar terhadap kehidupan masyarakat.
Filsafat ilmu ialah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara
– cara memperolehnya. Dengan kata lain filsafat ilmu sesungguhnya merupakan
suatu penyelidikan lanjutan.[1]
Sampai saat ini sejarah
tentang ilmu merupakan sebuah kisah kesuksesan, kemenangan-kemenangan
ilmu melambangkan suatu proses kumulatif peningkatan pengetahuan dan rangkaian
kemenangan terhadap kebodohan dan tahayul. Dan dari ilmulah kemudian mengalir
arus penemuan-penemuan yang berguna untuk kemajuan hidup manusia. Sejarawan segera
menyadari bahwa gagasan ilmu yang diperoleh selama dalam pendidikaanya hanyalah
salah satu dari sekian banyak gagasan dan itu merupakan produk-produk dari
konteks-konteks yang bersifat sementara.
Pembagian-pembagian nama dan istilah
dalam filsafat mengkotak-kotakkan etiap pengetahuan yang sering kali berdasar
pada pengalaman, selain itu tidak dipungkiri bahwa berfilsafat sebagai
manifestasi kegiatan intelektual yang telah meletakkan dasar-dasar paradigmatik
bagi tradisi dalam kehidupan masyarakat ilmiah ala barat.
Sejalan dengan ajaran filsafat
Auguste Comte yang dikenal sebagai bapak Sosiologi, logico –positivisme yang
juga digagas oleh dirinya, merupakan model epistemologi yang di dalamnya
terdapat lengkah-langkah progresinya menempuh jalan melalui observasi,
eksperimentasi dan komparasi mendapatkan apresiasi yang berlebihan sehingga
model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial.[2] Dari sinilah kita akan membahas tiga hal
penting tentang positivisme, post-positivisme dan konstruktivisme.
II. PEMBAHASAN
1.
Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran
filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang
benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal
adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini
menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh
pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme
Jerman Klasik). Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu
sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan
pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat
menjadi pengetahuan. Positivisme paradigma IPA.
Istilah ini digunakan pertama kali
oleh Saint Simon (sekitar tahhun 1825). Positivisme berakar pada empirisme.
Prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh empirist
Francis Bacon. Tesis positivise adalah : bahwa ilmu adalah satu-satunya
pengetahuan valid, dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi obyek
pengetahuan. Dalam perkembangannya ada tiga positivisme, yaitu positivisme
sosial, positivisme evolusioner dan positivisme kritis.
a. Positivisme sosial
Ia merupakan penjabaran lebih jauh
dari kebutuhan masyarakat dan sejarah. August Comte dan John Stuart Mill
merupakan tokoh utama positivisme ini. Sedangkan para perintisnya adalah Saint
Simon dan penulis-penulis sosialistik dan utilitarian; yang karya – karyanya
juga dekat tokoh besar dalam ekonomi : Thomas Maltrus dan David Ricardo.
b. Filsafat posivitistik Auguste Comte
Filsafat positivistik Comte ini tampil
dalam studinya tentang sejarah perkembangan alam pikir manusia, matematika
bukan ilmu namun merupakan alat berpikir logik. Ia terkenal dengan penjenjangan
sejarah perkembangan alam fikir manusia yaitu : teologik, metaphisik dan
positif. Pada jenjang teologik manusia memandang bahwa segala sesuatu itu hidup
dengan kemauan dan kehidupan seperti dirinya, jenjang ini dibagi menjadi tiga
tahap yaitu: tahap animisme atau fetishisme, yang memandang bahwa pada setiap
benda itu memiliki kemauannya sendiri. Kedua tahap polytheisme yang memandang
sejumlah dewa menampilkan kemauannya pada sejumlah obyek dan ketiga, tahap
monotheisme yang memandang bahwa ada satu Tuhan yang menampilkan kemauannya
pada beragam obyek.
Pada jenjang alam berfikir
metaphisik abstraksi kemauan pribadi berubah menjadi abstraksi tentang sebab
dan kekuatan alam semesta. Pada jenjang positif, alam berfikir mengadakan
pencarian pada ilmu absolut, mencari kemauan terakhir atau sebab utama, ilmu
yang pertama menurut Comte adalah astronomi, lalu fisika lalu kimia dan
akhirnya biologi.
c. Metodologi A. Comte
Alat penelitian yang pertama menurut
Comte adalah observasi, tindak mengamati sekaligus menghubungkan dengan
sesuatu hukum yang hipothetik diperbolehkan oleh Comte. Itu merupakan kreasi
simultan observasi dengan hukum dan merupakan lingkaran yang tak berujung.
Eksperimentasi menjadi metode yang kedua menurut Comte yaitu suatu proses
reguler phenomena dapat diintervensi dengan sesuatu yang lain. Komparasi
dipakai untuk hal-hal yang lebih kompleks seperti biologi dan sosiologi.
d. Sosiologi A. Comte
Comte-lah yang pertama kali
menggunakan istilah sosiologi untuk menggantikan istilah phisique sociale dari
Quetelet. Ia membedakan antara social statics dan social dynamic. Pembedaan itu
hanyalah untuk tujuan analisis, keduanya menganalisa fakta sosial yang sama,
hanya dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama menelaah fungsi jenjang-jenjang
peradaban, yang kedua menelaah perubahan-perubahan jenjang tersebut.
e. Bentham dan Mill
Tokoh semasa dengan Comte yang juga
memberi landasan positivisme adalah Jeremy Bentham dan James Mill, menurut
keduanya ilmu yang valid adalah ilmu yang dilandaskan pada fakta. Ethik
tradisional yang dilandaskan pada moral diganti dengan ethik pada motif
perilaku pada kepatuhan manusia pada aturan. Mill menolak absolut dari agama.
Mill berpendapat bahwa kebebasan manusia itu bagaikan a secrad fortress
(benteng suci) yang aman dari penyusupan otoritas apapun, wawasan yang menjadi
marak pada akhir abad 20-an ini.
f. Positivisme Evolusioner
Hal ini berangkat dari phisika dan
biologi dan digunakan doktrin evolusi biologik
g. Herbert Spencer
Konsepnya diilhami oleh konsep
evolusi biologik, dalam konsepnya, evolusi merupakan proses dari sederhana ke
kompleks, pengetahuan manusia menurut dia terbatas pada kawasan phenomena.
Agama yang otentik mengungkap kawasan yang penuh misteri, yang tak diketahui,
yang tak terbatas, hal mana yang phenomena tunduk kepada misteri
h. Haeckel dan Monisme
Agama sering melihat materi dan ruh
sebagai dua yang dualisme, Hackel berpendapat bahwa hal dan kesadaran itu
menampilkan sifat yang berbeda, tetapi mengenai substansi yang satu, monistik.
Berbeda dengan Lambrosso yang berpendapat bahwa perilaku criminal bersifat
positivistic biologic deterministic. Wilhelm Wundt penganut positivism
evolusioner menampilkan teori paralelisme psikhophisik, menentang monism
materialistic Lombrosso.
i.
Positivisme
kritis
Pada akhir abad XIX positivisme
menampilkan bentuk lebih kritis dalam karya-karya Ernst Mach dan Richard
Avenarius dan lebih dikenal sebagai empiriocritisisme. Fakta menjadi
satu-satunya jenis unsur untuk membangun realitas.[3]
1.
Mach dan
Avenarius
2.
Pearson
3.
Petzoldt
Tempat utama dalam positivisme
pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga diberikan pada
teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang
dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte,
JS. Mill dan Spencer.
Dalam perkembangannya, positivisme
mengalami perombakan dibeberapa sisi, hingga munculah aliran pemikiran yang
bernama Positivisme Logis yang tentunya di pelopori oleh tokoh-tokoh yang
berasal dari Lingkaran Wina. Positivisme logis adalah aliran pemikiran dalam
filsafat yang membatasi pikirannya pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan
pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah.
Fungsi analisis ini mengurangi metafisika dan meneliti struktur logis pengetahuan
ilmiah. Tujuan dari pembahasan ini adalah menentukan isi konsep-konsep dan
pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi secara empiris.
Tujuan akhir dari penelitian yang
dilakukan pada positivisme logis ini adalah untuk mengorganisasikan kembali
pengetahuan ilmiah di dalam suatu sistem yang dikenal dengan ”kesatuan ilmu”
yang juga akan menghilangkan perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang
terpisah. Logika dan matematika dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.
Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan
ilmiah berkenaan dengan tiga komponen yaitu bahasa teoritis, bahasa
observasional dan kaidah-kaidah korespondensi yang mengakaitkan keduanya.
Tekanan positivistik menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa
observasional yang menyatakan informasi faktual, sementara
pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak mempunyai arti faktual sampai
pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam bahasa observasional dengan
kaidah-kaidah korespondensi.
Auguste Comte (1798-1857) sering
disebut “Bapak Positivisme“ karen aliran filsafat yang didirikannya tersebut.
Positivisme adalah nyata, tidak khayal. Ia menolak metafisika dan teologik.
Jadi menurut dia ilmu pengetahuan harus nyata dan bermanfaat serta diarahkan
untuk mencapai kemajuan.
Metode positif Auguste Comte
menepatkan akal (rasio) pada tempat yang sangat penting. Dalam usaha untuk
memecahkan suatu masalah yang ada dimasyarakat kelompok ini berusaha mengetahui
(lewat penelitian) penyebab terjadinya masalah tersebut untuk selanjutnya
diusahakan penyelesaiannya dengan azaz positivisme.
2. POSTPOSITIVISME
Post Positivisme lawan dari
positivisme: cara berpikir yg subjektif Asumsi thd realitas: there are multiple
realities (realitas jamak), Kebenaran subjektif dan tergantung pada konteks
value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan. Natural dan lebih manusiawi
Edmund Husserl (1859-1938)
Gagasan Dasar Phenomenologi dari
Franz Bremento (1838-1917): “all consciousness is by its very nature intentional,
that is, directed toward some object”. Phenomenologi dari Husserl
(Phenomenologi modern). Kesadaran berilmu pengetahuan yg pertama-tama adalah
kesadaran manusia tentang objek-objek intensional. Dua arti objek intensional:
semantik dan ontologik.
Makna semantik intensional: bila
tidak dapat ditampilkan rumusan equivalennya (satu makna). Ontologik: sesuatu
dikatakan intensional bila kesamaan identitas tidak menjamin utk dikatakan
equivalen atau identik Inti Pemikiran Husser Intensionalitas: pengembangan
konstruk teori hrs (mengarah, aktif, rasional), yang subjektif, paralel dg
penamaan kita. Logika transendental-pengalaman intersubjektivitas. Seseorang
mrp subjek pengalaman sendiri, tetapi orang lain juga menyadari adanya perilaku
eksternal. Kedua akan saling mengurun (sharing) dlm membangun dunia, budaya,
dan nilai (ilmu)
3. KONSTRUKTIVISME
Konstruktivisme adalah salah satu
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan
(konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari
realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan
merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan
membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk
pengetahuan tersebut.
Konstruktivisme berada di titik temu
dua aliran besar dalam sejarah sosiologi: sosiologi pengetahuan dan sosiologi
sains, sosiologi pengetahuan dibentuk oleh pandangan tiga pemikir cemerlang :
Marx, Mannheim dan Durkheim. Ketiganya menekankan peran yang saling memberi
akibat dari factor-faktor social dalam membentuk kepercayaan individu. Marx
terkenal karena menyatakan bahwa kelas social menentukan beragam sikap
intektual. Mereka bertiga mengecualikan kepercayaan yang dimunculkan oleh
matematika dan ilmu alam dari analisis social mereka. Kepercayaan ilmiah mereka
anggap ditentukan secara rasional dan bukan secara kausal, dan dengan demikian
melampaui pengaruh social dan cultural. Dualism epistemic inilah yang
membedakan periode klasik sosiologi pengetahuan dengan manifestasinya yang
lebih modern.[4]
DAFTAR PUSTAKA
Kukla, Andre. Konstruktivisme Sosial dan Filsafat
Ilmu: (Jendela, Yogyakarta) 2003.
Muhadjir, Noeng Prof. Filsafat Ilmu, (Rake
Sarasin: Yogyakarta) 2001
Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu:(Liberty
Yogyakarta) 2003.
Berling, Kwee, Mooij Van Peursen, Pengantar filsafat
lmu. (PT Tiara Wacana : Yogyakarta) Cet ke-V, 2003.
[1]Berling, Kwee, Mooij Van Peursen, Pengantar
filsafat lmu. (PT Tiara Wacana : Yogyakarta) Cet ke-V, 2003. Hlm 1.
[2] Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat
Ilmu:(Liberty Yogyakarta) 2003. Hlm.6
[3] Muhadjir, Noeng Prof. Filsafat Ilmu, (Rake
Sarasin: Yogyakarta) 2001, Hlm. 69-78
[4] Kukla, Andre. Konstruktivisme Sosial dan
Filsafat Ilmu: (Jendela, Yogyakarta) 2003. Hlm. 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar