Selasa, 16 Oktober 2012

ISLAMIC STUDIES; RINGKASAN KULIAH

ISLAMIC STUDIES; RINGKASAN  KULIAH                                                                                                
(Telaah atas materi kuliah Pendekatan dalam Kajian Islam / Islamic Studies Prof. Dr. Amin Abdullah. M. A)
Oleh : Hartono

A. Pendahuluan
Dalam catatan sejarah, asal mula berdirinya Institut Agama Islam Negeri (IAIN) lebih ditentukan oleh pertimbangan politis, yaitu, kalau Universitas Gajah Mada merupakan hadiah kepada para nasionalis, maka IAIN Yogyakarta merupakan hadiah kepada kelompok Islam "politik" atau santri.[1].
Dalam perkembangannya, Kajian Islam (Islamic Studies) di Perguruan Tinggi Islam kian hari kian berkembang dan diminati,  karena alasan yang cukup fundamental dengan mengkaji Islamic Studies secara mendalam maka masyarakat Islam akan menemukan metodologi baru untuk memahami Islam secara mendalam[2], dalam bahasa Fazlur Rahman Islam kaya materi namun miskin metodologi. alasan ini cukup menjadi sebuah pelajaran karena ada kecendrungan umat Islam  saat ini memahami Islam hanya bersifat normative (sebagai ajaran yang diturunkan Tuhan bersifat final), dan dilain pihak Islam dipahami sebagai agama sangat terkait erat dengan persoalan-persoalan historis kultural yang merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia, atau dalam bahasa yang cukup sederhana Islam itu banyak wajah (multifaces)[3], artinya Islam hendaknya bukan hanya diartikan dan dipahami dalam satu sudut pandang yang sempit, karena jika hal ini terjadi makan sebuah kegersangan, ketegangan  pemahaman akan tejadi dalam diri umat Islam sendiri, yang akhirnya konflik akan terus terjadi.
Berkaca dengan dunia Barat dalam perkembangannya, Kajian Islam (Islamic Studies) di Barat yang kian hari kian berkembang setidaknya dilakukan melalui salah satu dari empat pendekatan;
Pertama, Menggunakan metode ilmu-ilmu yang masuk dalam kelompok humanities, seperti filsafat, filologi, ilmu bahasa, dan sejarah.
Islam, terutama sekali ajaran-ajarannya, melalui karya para pemikir (ulama') yang sudah termuat di dalam teks-teks (buku-buku), dijadikan sasaran penelitian atau kajian dengan pendekatan atau metodologi penelitian yang biasa diterapkan dalam disiplin-disiplin kelompok humanities tersebut. Bermula dari pendekatan filologi, kini pendekatan sejarah sangat menonjol, sehingga kajian hukum Islam juga dilakukan dengan pendekatan sejarah pemikiran hukum "karya" fuqaha', seperti halnya yang dilakukan oleh Joseph Schacht. Sementara John Wansbrough dan murid setianya Andrew Rippin dalam karyanya mengenai al-Quran berangkat dari kajian kritik bahasa atau literary analysis.3
Kedua, Menggunakan metode dalam disiplin teologi, studi Bibel, dan sejarah gereja, yang berarti pendidikan formalnya (training) diperoleh di Divinity Schools.
Dalam "disiplin" itulah mereka menjadikan Islam sebagai lapangan kajian/penelitiannya. Para sarjana dalam bidang ini dinobatkan sebagai "ahli keislaman" setelah mendapatkan pendidikan dari fakultas atau sekolah jenis ini. Justru model inilah yang banyak dipraktikkan sebelum 1960-an; yakni pada waktu "area studies" mengenai Timur Tengah, Timur Dekat, dan Asia Tenggara belum terwujud. Oleh karena itu tidak aneh kalau banyak orientalis yang juga sekaligus pastur, pendeta, uskup, atau setidaknya missionaris.
Ketiga, Menggunakan metode ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, politik, psikologi, dan kelompok humanities.
Mereka yang bergelut dalam bidang ini bisa disebut sebagai orientalis bahkan juga ahli tentang Islam setelah mendapatkan training dari jurusan atau fakultas yang mengelola atau mewadahi disiplin-disiplin tersebut dan mengadakan kajian/penelitian, khususnya untuk penulisan disertasinya, tentang Islam/masyarakat Islam. Mengenai metodologi penelitiannya, mereka menggunakan metodologi yang biasa dipergunakan dalam disiplin ilmu-ilmu sosial. Leonard Binder adalah seorang political scientist, Clifford Geertz --yang sering dianggap orientalis terbaik dibandingkan dengan orientalis pada umumnya-- adalah seorang antropolog, dan Maxim Rodinson adalah seorang sosiolog yang juga marxist.
Keempat, Menggunakan pendekatan yang dilakukan di jurusan-jurusan, pusat-pusat, atau hanya committee, untuk area studies, seperti Middle Eastern Studies, Near Eastern Languages and Civilizations, dan South Asian Studies, atau Committee seperti di University of California at Los Angeles (UCLA).
Dengan demikian seseorang bisa mendapat predikat ahli dalam bidang Islam atau keislaman setelah mendapat training di salah satu dari tempat, sekolah, jurusan, pusat studi yang bertanggungjawab untuk menyediakan atau melakukan kajian tersebut. Pendekatan yang dipakai sesuai dengan sasaran penelitiannya, sehingga kembali pada model-model pendekatan yang dilakukan oleh disiplin-disiplin tersebut di atas. Wadah area studies ini tampaknya kini yang paling menonjol untuk Kajian Islam di Barat[4]. minimal empat kategori inilah yang harus dilewati dan sekaligus akan menadapat sebuah pengakuan secra internasional di bidang Islamic studies, kedepannya IAIN atau UIN hendaknya bisa menyuguhkan sebuah paradigma baru tentang Islam itu sendiri karena kalau dilihat secara histori IAIN atau UIN merupakan manifestasi umat Islam Indonesia.
B. Kegelisahan Akademik
Kajian  agama-agama khususnya Islam seperti yang disampaikan oleh Charles J Adam pada hakekatnya belum menemukan makan dan defenisi yang bersifat universal untuk bisa di pahami oleh semua kalangan, semua ini akhirnya menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh para peminat dan pengkaji Islamic studies yang ada. akan tetapi bagaimanapun juga Charles J Adam memiliki kontribusi yang cukup besar dalam kajian Islamic studies ini, walaupun dalam perkembangannya masih perlu penambahan-penambahan atau temuan metode baru untuk memahami Islam.
Sedangkan dalam perkembangannya saat ini civitas akademik melihat fenomena keislaman yang ada  akhirnya mencoba menemukan sebuah formula baru untuk memahami Islam sebagai ajaran dan Islam sebagai topik kajian, akan tetapi untuk memahami Isalm secara menyeluruh dengan berbagai pendekatan yang ada sepertinya apa yang ditawarkan oleh Prof. Amin Abdullah dengan teorinya Normativitas-Historisitas bisa menjembatani semua itu, namun dalam perkembangannya teori di atas dalam wilayah akademik sesungguhnya memerlukan sebuah penyempurnaan karena teori diatas sedikit banyak sering mengalami sebuah “ketegangan” yaitu antara normativitas yang digawangi oleh kelompok-kelompok yang menamakan dirinya sebagai penjaga kesucian Islam dan historisita yang lebih banyak dipahami oleh kalangan akademisi, jalan tengah untuk menyempurnakan kajian Islamic studies yang digagas Prof. Amin maka munculah teori laba-laba dengan pendekatannya Integrasi-Interkoneksi[5]. yaitu dengan menawarkan sebuah pandangan dunia wold view manusia tentang keberagaman dan keilmuan yang baru, yang lebih terbuka, mampu membuka dialog dan kerja sama, trnsparan, dapat dipertanggungjawabkan secara publik dan berpandangan kedepan[6].
Kegelisahan-kegelisahan itulah yang sebenarnya ingin dijawab oleh para peminat Islamic studies saat ini, setidaknya karena subtansi yang sebenarnya ingin disampaikan kepada semua manusia adalah sebuah pencerahan, kerukunan, hidup damai serta menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah[7] sebagai jalan untuk mendapatkan dan menggapai semua itu.

Peper ini merupakan sebuah rangkuman (bisa disebut begitu) dari beberapa topik pembahasan dalam kuliah Islamic Studies yang diampu oleh Prof. Amin, dalam rangkuman ini sebenarnya terdapat dua pembahasan yang berbeda, yaitu pertama topik Teori Dasar Penelitian sedangkan yang kedua Model-model Penelitian dan Pendekatan Studi. dari kedua pengelompokan itu penyusun ingin membahas serta merangkum tetma-tema di bawah ini;
1)      Teori Dasar Pendekatan dalam Pengkajian Islam (I) karya Charles J Adams
2)      Model-model penelitian dan Pendekatan Studi, Model Penelitian GENDER (Book Review Women and Islam; An Historical an Theological  Enquiry karya Fatima Mernissi)
3)      Model-model penelitian dan Pendekatan Studi Islam; Integrasi-Interkoneksi karya Prof. Dr. Amin Abdullah. M. A
C. Pembahasan dan Analisis.
I.     Teori Dasar Pendekatan dalam Pengkajian Islam (I) karya Charles J Adams.
A. Core Penelitian Charles J Adams
Berbicara mengenai Kajian Islam di Barat, Charles J. Adams mempunyai uraian tersendiri dalam penjelasannya tentang pendekatan yang ia lakukan. menurutnya, penggunaan metode apa pun yang dilakukan oleh sarjana Barat untuk mengkaji Islam, intinya terdapat dua pola, yakni pendekatan normative dan descriptive.
Dari segi Normatif-Keagamaan, Adams mengelompokannya menjadi tiga, yaitu;
1) Pendekatan Misionaris Tradisional
Pendekatan ini dimulai pada abad ke sembilan belas, pada waktu itu bersamaan dengan kegiataa misionaris Kristen yang dilakukan oleh Geraja dan Serte tertentu. Pengkajian Islam oleh misionaris Kristen tidak hanya dimaksudkan untuk tujuan akademis selain itu juga untuk kepentingan agama Kristen dengan tujuan untuk merubah agama orang Islam menjadi Kristen.
2) Pendekatan Apalogetik-Apalogetik
dapat dipahami sebagai respon mentalitas muslim terhadap situasi orang Islam di jaman modern. Apalogetik telah menjadi salah satu alat utama oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya untuk jaminan kembali dan menegaskan kemampuan Islam untuk melaksanakan islam ke dalam era baru yang cerah. Pendekatan Apalogetik ini muncul sekitar abad ke dua puuh. Sebagaimana dikatakan di atas, pendekatan Apalogetik ini sebagai respon terhadap mentalitas muslim di abad modern dan untuk membentengi diri dari gempuran ide-ide barat. Pendekatan ini berkaitan masalah rasionalitas. Pendekatan ini berusaha membangkitkan kejayaan maya lalu.
3) Pendekatan Irenik
Pendekatan ini muncul sejak perang dunia 2. Tujuannya adalah mengajak dialog antara Islam dan Kristen. Di samping itu pendekatan ini telah berhasil mengatasi sikap orang barat yang curiga, antagonistik dan menuduh, khususnya Kristen Barat terhadap tradisi Islam. Yang berjasa dalam hal ini adalah Cragg, ia berusaha menampakkan nilai-nilai yang baik dalam Islam dan membuka mata orang Kristen, ia menyatakan bahwa Islam dan Kristen memiliki kesamaan W.C. Smith juga menggunakan pendekatan ini, la menganjurkan untuk mencoba memahami kepercayaan orang lain dan bukan untuk menganti kepercayaan itu.
                 Institusi; Lembaga                                  Though; Pemikiran
                                          Kitab Suci
           Tool; Alat Ritual                                    Interaction Sosial ; Prilaku Islam
Dari pola-pola diatas ini agama isalam/kitab suci sebenarnya membutuhkan sudut pandang dari berbagai keilmuan yang ada, misalnya dalam interaksi sosial/prilaku keagamaan umat Islam seharusnya bisa lues dan tidak kaku, cara islam di Indonesia tentu sangat berbeda dengan car berislam orang-orang di Timur Tengah.
                                                         Objektif;                                                                                                                 Keyakinan berdasarkan keilmua (Scientific)                  

              Subjektif;                               Inter-Subjektifif;                              Fanatisme agama                 Elaborasi,memahami, menghormati
Sikap Inter-Subjektifitas merupakan sebuah jembatan dari pemahaman subjektif-normatif-ekslusif ke pemahaman objektif-deskriptif-scientifik[8]. yang akhirnya bisa memberikan sebuah pemahaman, pencerahan bagi setiap manusia dalam memeluk agamannya, selain itu dengan pemahaman yang mendalam teentunya dapat diketemukan sebuah sikap yang akomodatif bukan reaktif.
Sedangkan dalam pendekatan yang bersifat deskriptif, Adams mengelompokkan pada pendekatan-pendekatan
1)      Pendekatan filologis dan sejarah,
Metode sejarah filalogi memiliki relevansi yang sangat penting dengan Studi Islam. Filalogilah yang memberikan banyak bahan untuk memahami dan menganalisis dan tanpanya kemajuan dalam memahami Islam tidak mungkin. Sebab filalogi dapat digunakan untuk memahami suatu naskah,  untuk memahami pikiran atau gagasan. Adams menganggap penting pendekatan filalogi ini sebab masih banyak naskah-naskah Islam yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Eropa atau belum dikaji oleh negara­-negara Islam. Ia berpendapat bahwa dengan cara pendekatan filalogi akan dapat ketahui maksud dari naskah. Adams juga menawarkan pendekatan sintesa antara filalogi dan sejarah
2)      Pendekatan ilmu-ilmu sosial,
Ilmu sosial dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal ini dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dipahami secara imporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosial. Pentingnya pendekatan sosial dalam agama sebagaimana disebutkan di atas, dapat dipahami, karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya
3)      Pendekatan fenomenologis,
Fenomenalogi agama sulit didefinisikan. Narnun demikian, kami (Adams) dapat membedakan dua masalah penting yang nampaknya memudahkan memahami fenomenalogi adalah metode memahami agama orang lain dengan berusaha untuk masuk komunitas agama dengar menanggalkan artibut yang dimilikinya. Kelebihannya bisa mendalami agama orang lain sedang kekurangannya kalau imannya tidak kuat akan tergoyahkan. Kedua, fenomenalogi di pandang sebagai suatu pendekatan yang mencoba mencari fenomena-fenomena agama dengan melintasi batas-batas komunitas, agama dan budaya.
Sedangkan dari segi wilayah bahasannya, Adams mengelompokkan studi Islam menjadi: (1) Arabia pra-Islamic (pre-Islamic Arabia) (2) Kajian tentang Rasul (studies of the Prophet) (3) Kajian al-Qur'an (Quranic studies) (4) Hadits (prophetic tradition) (6) Hukum Islam (Islamic law) (7) Filsafat (falsafah) (8) Tasawuf (tasawwuf) (9) Aliran dalam Islam (the Islamic sects) (10) Ibadah (worship and devotional life) (11) dan Agama Rakyat (popular religion).



B. Metodologi
Dalam buku “Islamic Relegion Tradition” dalam Leonard Binder (Ed), The Study Of The Middle East: Research and Scholarship In The Humanities and The Social Sciences, Canada: Jhon Wiley an Sons, Inc, 1976) ada beberapa metode yang dilakukan Richad C. Matrhin dan Charles J Adams. untuk mengkaji Islamic Studies, Pertama, menggunakan metode ilmu-ilmu yang masuk dalam kelompok humanities, seperti filsafat, filologi, ilmu bahasa, dan sejarah.  Kedua, menggunakan metode dalam disiplin teologi, studi Bibel, dan sejarah gereja, yang berarti pendidikan formalnya (training) diperoleh di Divinity Schools. Ketiga, Menggunakan metode ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, politik, psikologi, dan kelompok humanities. Keempat, menggunakan pendekatan yang dilakukan di jurusan-jurusan, pusat-pusat, atau hanya committee, untuk area studies, seperti Middle Eastern Studies, Near Eastern Languages and Civilizations, dan South Asian Studies, atau Committee seperti di University of California at Los Angeles (UCLA).
C. Kontribusi Keilmuan
      Kopntribusi dari karya Richad C. Marthin sungguh luar biasa dalam dunia akademik khususnya dalam materi kajian Islamic studies, walaupun sebelumnya juga sudah ada dan banyak tokoh yang memperkenalkannya seperti para orentalis-orentalis sepeti W. C. Smitt, Ignas Goldizer dan lain sebaginya namun Charels. C Martien memiliki posisi yang tidak bisa diragukan dalam keahliannya Islamic studies, beberapa kontribusinya, seperti;
1.      Diketemukannya beberapa metode untuk memahami Islamic studies secara konferhensif sehingga mempermudah para pengkaji Islamic studies yang ada ssat ini.
2.       Perlunya penyempurnaan serta penemuan metodologi yang ramah terhadap masyarakat dalam aktualisasi dan sosialisasi, karena masih ada kecendrungan yang sangat jauh antara dunia akademik dengan dunia masyarakat.
Akhirnya peneliti membayangkan andaikan negeri ini memiliki tokoh seperti diatas tentu pemahaman keagamaan akan lebih rasional, sesuai peradaban serta mengedepankan perdamaian.
II.   Model-model penelitian dan Pendekatan Studi, Model Penelitian GENDER (Book Review Women and Islam; An Historical an Theological  Enquiry karya Fatima Mernissi).
A. Core Penelitian Gender
Dalam kajian Gender yang digagas oleh Fatima Mernissi yang lahir tahun 1940 di Fez, Marokko. Ia tinggal dan dibesarkan dalam sebuah harem bersama ibu dan nenek-neneknya serta saudara perempuan lainnya. Sebuah harem yang dijaga ketat seorang penjaga pintu agar perempuan-perempuan itu tidak keluar.
Fatimah Mernissi dalam bukunya ini mencoba memotret serta melihat bagaimana sebenarnya kedudukan wanita dalam Islam dalam leteratur hadis, Karya-karyanya memang sarat dengan gugatan yang bersumber dari pengalaman pribadinya. Ia pun dengan rajin meriset apa pun yang mengganggu paham keberagamaannya. Pelacakannya terhadap nash-nash suci Quran dan hadis membuat kritiknya begitu terasa tajam. Ia misalnya, melacak perawi hadits sampai tingkat yang terkecil, dan meneliti riwayat hidup perawi tersebut, dan membongkar kecacatan hadits itu.
Selain itu issue gender yang di angkat atau kesetaraan wanita dalam Islam merupakan sebuah perjalanan dan pengalaman pribadi penulis buku ini sperti yang terungkap sejak kecil,  Mernissi memang telah terlibat dengan pemikiran keislaman, dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang liar. Ia misalnya menggugat batas antara lelaki dan perempuan. Kalau disepakati ada batas, katanya, kenapa hanya pihak perempuan saja yang dibatasi dan ditutupi. Di mana keadilan itu?, untuk melihat Gender dalam islam dalam pemikiran Fatima Mernissi ini dapat dilihat memalui tiga aspek;
1)      Gender dalam aspek Teologis
Pemaknaan gender dalam aspek teologis ini, ada sebuah kecendrungan yaitu penafsiran-penafsiran terhadap teks (al-Qur’an) yang ada tidak seimbang atau nilai Equality dan Equaly sangat di kesampingkan, sehingga terjadilah pemaknaan bahwa posisi wanita selalu dibawah kaum pria. namun kalau dilihat senyatanya dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menegaskan bahwa kedudukan pria dan wanita adalah sama, hanya kualitas ketakwaan dan keilmuanlah yang membedakan. Siti Musda Mulia mencoba mengurai tentang posisi pria dan wanita, ia mengatakan bahwa pria dan wanita sesungguhnya letak perbedaannya hanya pada faktor biologis semata, artinya pemaknaan yang sifatnya tradisional mengenai wanita yang hanya boleh berperan diwilayah domestik semata saat ini perlu perubahan makna/dekontruksi pemaknaan kembali yaitu wanita dalam ranah public juga memiliki peran yang sangat terbuka selagi mampu dan memiliki kapabilitas yang memenuhi.
2)      Gender dalam aspek Agama
Dalam keberagamaan setiap manusia akan memaknai kegamaannya sesuai dengan situasi dan kondisi/aspek sosiologis sangat berperan sekali. disana ada budaya, politik-sosial, lokal (dalam keilmuan) semua itu akan sangat bepengaruh dengan penafsiran terhadap agama, begitu pula yang dilakukan Fatima Mernisi ketika menafsirkan ayat-ayat serta hadis-hadis yang ada mengenai posisi perempuan dalam sebuah agama.
3)      Gender dalam aspek pemahaman “Fiqih Baru”
Fiqih baru disini dimaksudkan adalah sebuah pemaknaan baru dengan persepektif yang baru pula, karena kalau dilihat secara seksama fiqih-fiqih karya ulama’ terdahulu selalu ada kecendrungan untuk memposisikan wanita dalam ketiak laki-laki, hal inilah yang oleh para feminis memunculkan sebuah praktek ketidak adilan baik dalam ranah agama ataupun sosial. respon yang ada seperti UU KDRT, UU tentang anak, 30 % UU Pemilu dan lain sebagainya merupan salah satu trobosan yang harus mendapat dukunagan khalayak ramai untuk mewujudkan keadilan yang sesunguhnya bagi kaum hawa.
B. Metodologi Penelitian
Melalui kajian sejarah dan sosiologi yang digeluti oleh Mernissi, akhirnya dijadikan sebuah alat dalam penelitian untuk bisa memahami wanita arab khususnya, dalam hal kesetaraan gender dan maslah hijab ini, karena dengan alat ini ia berusaha menafsirkan hadis yang ada sebagai jalan tengah atau alternatif terhadap penafsiran-penafsiran yang sudaha ada serta bersifat dehumanisasi. dalam hal ini ia banyak mencontohkan bagaiman pemerintahan di Arab yang tidak memiliki rasa keadilan terhadap wanita, hal ini tercermin karena pemahaman yang diambil dari sisi normative keagamaan banyak sekali disalah artikan hanya demi kekuasaan. sedangkan untuk menguji keobjektifan penelitian Fatima Mernissi yang juga seorang aktifis Gender tentunya sedikit banyak sulit dipisahkan[9] akan tetapi basis sejarah dan sosiologi bisa dijadikan sebuah jaminan terhadap keobjektifan penelitian ini, dengan kerangka-kerangka sejarah yang meliputi (Qur’an, Hadis, agama), sosiologi (budaya, adat, bahas, dan kultur yang ada).
Persepsi tentang Wanita Islam
Dehumanisasi wanita bukan hanya terjadi di dunia timur akan tetapi juga terjadi di dunia Barat, hal itu tentu sebuah titik tolak yang tidak sesuai dengan kaidah yang ada dalam al-Qur’an, karena dengan senyatanya Quran menegaskan bahwa diantara laki-laki dan perempuan tidaklah ada yang membedakan di mata Allah, kecuali ketakwaannya. ayat inilah sebenarnya yang sering disetir banyak intelektual muslim untuk bisa mensejajarkan antara wanita dan laki-laki dalam berbagai ruang pablik, selain ayat itu banyak ayat Qur’an lain telah menunjukan bahwa wanita dan pria adalah sama semartabat sebagai manusia, terutama secara spiritual (Qur’an Suci, 9:112, 66:5), Begitu pula, banyak hadis yang menunjukan kesamaan harkat wanita dan pria.

C. Kontribusi Keilmuan
      Melihat Fatima Mernissi dari potert kehidupannya yang dijadikan sebuah objek penelitian sesungguhnya memberikan sebuah kontribusi dan pencerahan bagi semua wanita,  ia yang hidup dalam keluarga harem walaupun tergolong sederhana sebetulnya akan memperngaruhi pola prilakunya namu  ketika ia keluar dan melihat realitas sosial dan adat yang ada di Maroko ia sangat terkejut karena wanita disana (tempat tinggalnya) sangat direndahkan dan cendrung tidak dihargai sebagai sosok manusia dan wanita, keyataan inilah yang menggugah hatinya untuk turut campur untuk bisa mengangkat derajat wanita dari ruang domestick keruang pablik, beberapa pesan nilain yang dapat diambil dari penelitian ini, antara lain;
1.      Penelitain Fatimma Mernisi Merupakan sebuah kejadian nyata serta pesan nilai tentang kesetaran Gender, yang semua itu harus diperjuangkan bagi kaum hawa.
2.      Issue Gender pada hakekatnya merupakan issue diseluruh dunia yang memiliki kesensitifan luar biasa bagi kaum hawa, dan issue ini hendaknya terus disosialisasikan baik dalam dunia pergerakan ataupun dunia akademik.
III.     Model-model penelitian dan Pendekatan Studi Islam; Integrasi-Interkoneksi karya Prof. Dr. Amin Abdullah. M. A
A. Core Penelitian dalam Pendekatan Integrasi-Interkoneksi
Ilmuan Ian G Barbour salah satu guru besar fisika dan teknologi Amerika Serikat, yang mempopulerkan paradigma integrasi dalam ilmu dan  agama dalam sejarah masyarakat Barat kontemporer, yang akhirnya sebagai peletak dasar wacana sains dan agama, Barbour meyebutkan empat tipologi hubungan sains dan agama selama ini;
Pertama : Konflik teori ini menyatakan bahwa sains dan agama sangat bertentangan, hal ini terjadi seperti para penafsir kitab suci bahwa teori evolusi bertentangan dengan kitab suci.
Kedua : Independensi, yakni sebuah pandangan alternative yang menyatakan bahwa agama dan sains hidup secara independen, yang hidup berdampingan dengan cara menjaga jarak satu sama yang lain dan pandangan ini sebetulnya agama dan sains tidak terjadi konflik karena memiliki domain yang sangat berbeda.
Ketiga : Dialog, dialog ini dimungkinkan karena diinginkan adanya sebuah dialog antara agama dan sains yang ada untuk melihat persamaan dan perbedaan yang ada.
Keempat : Integrasi, yaitu sebuah metode kemitraan yang lebih sistematis dan intens untuk mencari titik temu diantara keduannya.
 Sedangkan pendekatan Integrasi-Interkoneksi yang digagas oleh Prof. Amin sebetulnya ingin menawarkan sebuah paradigma baru dalam memahami keilmuan yang ada saat ini baik itu ilmu agama ataupun ilmu-ilmu umum, seperti fundamen awal yang beliau paparkan bahwa pendekatan ini sesungguhnya sebagai solusi di PTAIN sebagai cara  pendekatan keilmuan yang ada, sebagai fundamen teori ini sebenarnya didasari oleh; (1) Etika-Tauhidik sebagai dasar kesatuan Epistimologis keilmuan (baik umum ataupun agama) dari positivistic-sekuleristik ke Teontroposentrik-Integralistik, (2) dari pendekatan Dikotomistik-Atomistik ke Integratif –Interkonektif, yang kesemuannya tanpa meninggalkan Modest, Humiliy dan Humanis.
B. Metodologi
         Dalam ranah aksiologis pendekatan integrasi-interkoneksi sebenarnya ingin menawarkan pandangan dunia worl view tentang keberagamaan dan keilmuan yang baru, yang tebuka, mampu membuka dialog, transparan, kerjasama dan dapat dipertanggungjawabkan secara public tanpa menafikan selalu berpandangan kedepan. secara ontologis hubungan antara berbagai disiplin keilmuan menjadi semakin terbuka dan cair, meskipun masih adanya blok-blok yang terbatasi oleh wilayah dan budaya sebagai pendukung keilmuan yang ada seperti yang bersumber dari kitab suci (dalarah al-nas), dan budaya keilmuan factual-historis-empiris yakni ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu kealaman (hadlarah al-ilm) serta pendukung keilmuan etis-filosofis (hadlarah al-falsafah) masih tetap ada. maka oleh karenanya sosok ilmuanlah yang seharusnya bisa merangkum serta meracik antara metodologi dan objek kajiannya.
Gambar diatas ini menunjukan sebuah pendekatan yang integralistik-interkonektif untuk memahami semua kajian keilmuan serta tidak memisah-misahkan dalam semua kajian pula. pendekatan integrasi-interkoneksi pada kenyataannya bertujuan sama dengan hadharah an-nashah (budaya agama yang mengacu pada teks) dengan mengkombinasikan pada hadharah al-ilm (sins dan teknologi), yang keduanya itu dibalut dengan humanities agar tidak terbawa arus pada gerakan radikalisme-fundamentalisme.
C. Kontribusi Keilmuan
Pada era globalisasi agama dan budaya, umat Islam di seantero dunia secara alamiah harus bersentuhan dan bergaul dengan budaya dan agama orang lain. Sering kali dijumpai bahwa umat Islam, baik sebagai individu dan lebih-lebih sebagai kelompok, mengalami kesulitan keagamaan -untuk tidak mengatakan tidak siap-ketika harus berhadapan dengan arus dan gelombang budaya baru ini. Bangunan keilmuan kalam klasik rupanya tidak cukup kokoh menyediakan seperangkat teori dan metodologi yang banyak menjelaskan bagaiamana seorang agamawan yang baik harus berhadapan, bergaul, bersentuhan, berhubungan dengan penganut agama-agama yang lain dalam alam praksis sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Menurut pengamatan dalam penelitian Fazlur Rahman, salah satu penyebab tidak berkembangnya disiplin keilmuan kalam khususnya atau studi-studi keislaman pada umumnya, lebih dari segi materi maupun metodologi, adalah dipisahkannya dan dihindarinya pendekatan dan pemahaman filosofis dalam batang tubuh kerangka keilmuan kalam. Menurutnya, disiplin ilmu filsafat dan pendekatan filosofis pada umumnya sangat membantu untuk menerobos kemacetan, bahkan jalan buntu yang dihadapi oleh ilmu-ilmu apapun. "Bagaiamanapun juga filsafat adalah merupakan alat intelektual yang terus menerus diperlukan. Untuk itu, ia harus boleh berkembang secara alamiah, baik untuk pengembangan filsafat itu sendiri maupun untuk pengembangan disiplin-disiplin keilmuan yang lain. Hal demikian dapat dipahami, karena filsafat menanamkan kebiasaan dan melatih akal-pikiran untuk bersifat kritis-analitis dan mampu melahirkan ide-ide segar yang sangat dibutuhkan, sehingga dengan demikian ia menjadi alat intelektual yang sangat penting untuk ilmu-ilmu yang lain, tidak terkecuali agama dan teologi (kalam). Oleh karenanya, orang yang menjauhi filsafat dapat dipastikan akan mengalami kekurangan energi atau  ia telah melakukan bunuh diri intelektual.[10]"
D. Kesimpulan
Ketiga tema yang penyusun angkat pertama Teori Dasar Pendekatan dalam Pengkajian Islam (I) karya Charles J Adams kedua Model-model penelitian dan Pendekatan Studi, Model Penelitian GENDER (Book Review Women and Islam; An Historical an Theological  Enquiry karya Fatima Mernissi) ketiga Model-model penelitian dan Pendekatan Studi Islam; Integrasi-Interkoneksi karya Prof. Dr. Amin Abdullah. M. A dalam tulisan ini, secara ontologis adalah ingin menjadikan Islamic studies sebagai sebuah pencerahan baik dalam memahami agama ataupun untuk mengkaji sebuah keilmuan yang ada, hal ini sangat penting karena perubahan dunia dengan berbagai keilmua yang ada jangan sampai manusia masih berfikir kolot dan cendrung konflik namun harus sebaliknya.
Bagaimanapun juga perkembangan Islamic studies saat ini sudah kian pesat namaun fakta yang diketemukan masih banyak sekali masyarakat kita yang belum bisa memahami islam itu secara benar, tugas yang terberat akhirnya bagaimana dunia akademik ini bisa mentranfer keilmuannya dari dunia kampus kedunia masyarakat (kampus jangan besifat eksklusif hanya ingin kenyang sendiri dengan berbagai keilmuan yang ada tapi faktanya tidak sensitive pada fenomena masyarakat), ini tugas yang paling penting yaiti memberi kuliah pada masayarakat.
                                                            Daftar Pustaka
Abdullah, Amin. dalam Sambutan Stadium General pada mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga, di Gedung Promosi Doktoral, pada tanggal 9 September 2008.
_______________ , Fisalfat dan bahasa Studi Islam (dalam Intersubjektifitas Keberagamaan Manusia; membangun Budaya Damai antara Peadaban Manusia Melalui Pendekatan Fenomenologi Agama), (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, Desember 2006).
_______________ , Kajian Ilmu Kalam di IAIN, diterbitkan oleh jurnal Dikti, Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam negeri.
_______________ ,  dalam kata pengantar, Islamic Studie di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integrasi-Interkoneksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006).
_______________ ,  dalam ujian Promosi Doktoral, dengan tema Gender dalam Lingkungan Sosial Pesantren (Studi Tentang Peran Kiai dan Nyai dalam Sosalisasi Gender di Pesantren Al-Munawwir dan Pesanteren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta) Oleh Marhumah, pada hari Senin 19 Januari 2009, pukul 14.00-16.00.
Azizy, A. Qodri. Data ini saya peroleh dari Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998/1999.
Fanani, Muhyar Metode Studi Islam, Aplikasi Sosiologi pengetahuan sebagai Cara Pandang,  (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, Agustus 2008).
Sofyan, Moh. Amin Abdullah (dalam Kata Pengantar), Jalan Ketiga Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD, April 2006).































[1] A. Qodri Azizy, Data ini saya peroleh dari Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998/1999.
[2] Muhyar Fanani, Metode Studi Islam, Aplikasi Sosiologi pengetahuan sebagai Cara Pandang,  (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, Agustus 2008), hlm. vii (Pengantar).
[3] Moh. Sofyan, Amin Abdullah (dalam Kata Pengantar), Jalan Ketiga Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD, April 2006), hlm. 5
[4] Ibid. A. Qodri Azizy
[5] Integrasi-Interkoneksi, teori ini yang sering disebut dengan teori laba-laba sebenarnya sebuah respon dai teori awal normativitas dan historisitas walaupun tidak di tinggalkan secara penuh, dan teori ini sebenarnya sebagai solusi di PTAIN dengan berbagai pendekatan keilmuan yang ada, sebagai fundamen teori ini sebenarnya didasari oleh; (1) Etika-Tauhidik sebagai dasar kesatuan Epistimologis keilmuan (baik umum ataupun agama) dari positivistic-sekuleristik ke Teontroposentrik-Integralistik, (2) dari pendekatan Dikotomistik-Atomistik ke Integratif –Interkonektif, yang kesemuannya tanpa meninggalkan Modest, Humiliy dan Humanis.
[6] Amin Abdullah, dalam kata pengantar, Islamic Studie di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integrasi-Interkoneksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. viii.
[7] Amin Abdullah, dalam “Sambutan Stadium General pada mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga”, di Gedung Promosi Doktoral, pada tanggal 9 September 2008.
[8] Amin Abdullah, Fisalfat dan bahasa Studi Islam (dalam Intersubjektifitas Keberagamaan Manusia; membangun Budaya Damai antara Peadaban Manusia Melalui Pendekatan Fenomenologi Agama), (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, Desember 2006), hlm. 2006.
[9] Amin Abdullah, dalam ujian Promosi Doktoral, dengan tema “Gender dalam Lingkungan Sosial Pesantren (Studi Tentang Peran Kiai dan Nyai dalam Sosalisasi Gender di Pesantren Al-Munawwir dan Pesanteren Ali Maksum Krapyak Yogyakart)” Oleh Marhumah, pada hari Senin 19 Januari 2009, pukul 14.00-16.00.
[10] Amin Abdullah, “Kajian Ilmu Kalam di IAIN”, diterbitkan oleh jurnal Dikti, Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar