Selasa, 16 Oktober 2012

PARADIGMA ILMU: POSITIVISME, POSTPOSITIVISME DAN KONSTRUKTIVISME


PARADIGMA ILMU: POSITIVISME, POSTPOSITIVISME DAN KONSTRUKTIVISME
Ditelaah oleh : Hartono (mahasiswa PPs. Ilmu Hukum/S3 UII)
Pendahuluan
Dewasa ini terdapat perhatian yang semakin besar terhadap filsafat ilmu. Perkembangan cepat dialami oleh banyak ilmu serta pengaruhnya yang semakin besar terhadap kehidupan masyarakat.  Filsafat ilmu ialah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara – cara memperolehnya. Dengan kata lain filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan.[1]
Sampai saat ini  sejarah tentang ilmu merupakan sebuah kisah kesuksesan, kemenangan-kemenangan  ilmu melambangkan suatu proses kumulatif peningkatan pengetahuan dan rangkaian kemenangan terhadap kebodohan dan tahayul. Dan dari ilmulah kemudian mengalir arus penemuan-penemuan yang berguna untuk kemajuan hidup manusia. Sejarawan segera menyadari bahwa gagasan ilmu yang diperoleh selama dalam pendidikaanya hanyalah salah satu dari sekian banyak gagasan dan itu merupakan produk-produk dari konteks-konteks yang bersifat sementara.
Pembagian-pembagian nama dan istilah dalam filsafat mengkotak-kotakkan etiap pengetahuan yang sering kali berdasar pada pengalaman, selain itu tidak dipungkiri bahwa berfilsafat sebagai manifestasi kegiatan intelektual yang telah meletakkan dasar-dasar paradigmatik bagi tradisi dalam kehidupan masyarakat ilmiah ala barat.
Sejalan dengan ajaran filsafat Auguste Comte yang dikenal sebagai bapak Sosiologi, logico –positivisme yang juga digagas oleh dirinya, merupakan model epistemologi yang di dalamnya terdapat lengkah-langkah progresinya menempuh jalan melalui observasi, eksperimentasi dan komparasi mendapatkan apresiasi yang berlebihan sehingga model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial.[2] Dari sinilah kita akan membahas tiga hal penting tentang positivisme, post-positivisme dan konstruktivisme.
 II. PEMBAHASAN
1.      Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik). Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Positivisme paradigma IPA.
Istilah ini digunakan pertama kali oleh Saint Simon (sekitar tahhun 1825). Positivisme berakar pada empirisme. Prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh empirist Francis Bacon. Tesis positivise adalah : bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan valid, dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi obyek pengetahuan. Dalam perkembangannya ada tiga positivisme, yaitu positivisme sosial, positivisme evolusioner dan positivisme kritis.
a.       Positivisme sosial
Ia merupakan penjabaran lebih jauh dari kebutuhan masyarakat dan sejarah. August Comte dan John Stuart Mill merupakan tokoh utama positivisme ini. Sedangkan para perintisnya adalah Saint Simon dan penulis-penulis sosialistik dan utilitarian; yang karya – karyanya juga dekat tokoh besar dalam ekonomi : Thomas Maltrus dan David Ricardo.

b.      Filsafat posivitistik Auguste Comte
Filsafat positivistik Comte ini tampil dalam studinya tentang sejarah perkembangan alam pikir manusia, matematika bukan ilmu namun merupakan alat berpikir logik. Ia terkenal dengan penjenjangan sejarah perkembangan alam fikir manusia yaitu : teologik, metaphisik dan positif. Pada jenjang teologik manusia memandang bahwa segala sesuatu itu hidup dengan kemauan dan kehidupan seperti dirinya, jenjang ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu: tahap animisme atau fetishisme, yang memandang bahwa pada setiap benda itu memiliki kemauannya sendiri. Kedua tahap polytheisme yang memandang sejumlah dewa menampilkan kemauannya pada sejumlah obyek dan ketiga, tahap monotheisme yang memandang bahwa ada satu Tuhan yang menampilkan kemauannya pada beragam obyek.
Pada jenjang alam berfikir metaphisik abstraksi kemauan pribadi berubah menjadi abstraksi tentang sebab dan kekuatan alam semesta. Pada jenjang positif, alam berfikir mengadakan pencarian pada ilmu absolut, mencari kemauan terakhir atau sebab utama, ilmu yang pertama menurut Comte adalah astronomi, lalu fisika lalu kimia dan akhirnya biologi.

c.       Metodologi A. Comte
Alat penelitian yang pertama menurut Comte adalah observasi, tindak  mengamati sekaligus menghubungkan dengan sesuatu hukum yang hipothetik diperbolehkan oleh Comte. Itu merupakan kreasi simultan observasi dengan hukum dan merupakan lingkaran yang tak berujung. Eksperimentasi menjadi metode yang kedua menurut Comte yaitu suatu proses reguler phenomena dapat diintervensi dengan sesuatu yang lain. Komparasi dipakai untuk hal-hal yang lebih kompleks seperti biologi dan sosiologi.

d.      Sosiologi A. Comte
Comte-lah yang pertama kali menggunakan istilah sosiologi untuk menggantikan istilah phisique sociale dari Quetelet. Ia membedakan antara social statics dan social dynamic. Pembedaan itu hanyalah untuk tujuan analisis, keduanya menganalisa fakta sosial yang sama, hanya dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama menelaah fungsi jenjang-jenjang peradaban, yang kedua menelaah perubahan-perubahan jenjang tersebut.
e.       Bentham dan Mill
Tokoh semasa dengan Comte yang juga memberi landasan positivisme adalah Jeremy Bentham dan James Mill, menurut keduanya ilmu yang valid adalah ilmu yang dilandaskan pada fakta. Ethik tradisional yang dilandaskan pada moral diganti dengan ethik pada motif perilaku pada kepatuhan manusia pada aturan. Mill menolak absolut dari agama. Mill berpendapat bahwa kebebasan manusia itu bagaikan a secrad fortress (benteng suci) yang aman dari penyusupan otoritas apapun, wawasan yang menjadi marak pada akhir abad 20-an ini.
f.       Positivisme Evolusioner
Hal ini berangkat dari phisika dan biologi dan digunakan doktrin evolusi biologik
g.      Herbert Spencer
Konsepnya diilhami oleh konsep evolusi biologik, dalam konsepnya, evolusi merupakan proses dari sederhana ke kompleks, pengetahuan manusia menurut dia terbatas pada kawasan phenomena. Agama yang otentik mengungkap kawasan yang penuh misteri, yang tak diketahui, yang tak terbatas, hal mana yang phenomena tunduk kepada misteri
h.      Haeckel dan Monisme
Agama sering melihat materi dan ruh sebagai dua yang dualisme, Hackel berpendapat bahwa hal dan kesadaran itu menampilkan sifat yang berbeda, tetapi mengenai substansi yang satu, monistik. Berbeda dengan Lambrosso yang berpendapat bahwa perilaku criminal bersifat positivistic biologic deterministic. Wilhelm Wundt penganut positivism evolusioner menampilkan teori paralelisme psikhophisik, menentang monism materialistic Lombrosso.
i.        Positivisme kritis
Pada akhir abad XIX positivisme menampilkan bentuk lebih kritis dalam karya-karya Ernst Mach dan Richard Avenarius dan lebih dikenal sebagai empiriocritisisme. Fakta menjadi satu-satunya jenis unsur untuk membangun realitas.[3]
1.        Mach dan Avenarius
2.        Pearson
3.        Petzoldt
Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
Dalam perkembangannya, positivisme mengalami perombakan dibeberapa sisi, hingga munculah aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis yang tentunya di pelopori oleh tokoh-tokoh yang berasal dari Lingkaran Wina. Positivisme logis adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang membatasi pikirannya pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah. Fungsi analisis ini mengurangi metafisika dan meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah. Tujuan dari pembahasan ini adalah menentukan isi konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi secara empiris.
Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada positivisme logis ini adalah untuk mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah di dalam suatu sistem yang dikenal dengan ”kesatuan ilmu” yang juga akan menghilangkan perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan matematika dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.
Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan ilmiah berkenaan dengan tiga komponen yaitu bahasa teoritis, bahasa observasional dan kaidah-kaidah korespondensi yang mengakaitkan keduanya. Tekanan positivistik menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang menyatakan informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam bahasa observasional dengan kaidah-kaidah korespondensi.
Auguste Comte (1798-1857) sering disebut “Bapak Positivisme“ karen aliran filsafat yang didirikannya tersebut. Positivisme adalah nyata, tidak khayal. Ia menolak metafisika dan teologik. Jadi menurut dia ilmu pengetahuan harus nyata dan bermanfaat serta diarahkan untuk mencapai kemajuan.
Metode positif Auguste Comte menepatkan akal (rasio) pada tempat yang sangat penting. Dalam usaha untuk memecahkan suatu masalah yang ada dimasyarakat kelompok ini berusaha mengetahui (lewat penelitian) penyebab terjadinya masalah tersebut untuk selanjutnya diusahakan penyelesaiannya dengan azaz positivisme.
2. POSTPOSITIVISME
Post Positivisme lawan dari positivisme: cara berpikir yg subjektif Asumsi thd realitas: there are multiple realities (realitas jamak), Kebenaran subjektif dan tergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan. Natural dan lebih manusiawi
Edmund Husserl (1859-1938)
Gagasan Dasar Phenomenologi dari Franz Bremento (1838-1917): “all consciousness is by its very nature intentional, that is, directed toward some object”. Phenomenologi dari Husserl (Phenomenologi modern). Kesadaran berilmu pengetahuan yg pertama-tama adalah kesadaran manusia tentang objek-objek intensional. Dua arti objek intensional: semantik dan ontologik.
Makna semantik intensional: bila tidak dapat ditampilkan rumusan equivalennya (satu makna). Ontologik: sesuatu dikatakan intensional bila kesamaan identitas tidak menjamin utk dikatakan equivalen atau identik Inti Pemikiran Husser Intensionalitas: pengembangan konstruk teori hrs (mengarah, aktif, rasional), yang subjektif, paralel dg penamaan kita. Logika transendental-pengalaman intersubjektivitas. Seseorang mrp subjek pengalaman sendiri, tetapi orang lain juga menyadari adanya perilaku eksternal. Kedua akan saling mengurun (sharing) dlm membangun dunia, budaya, dan nilai (ilmu)
3. KONSTRUKTIVISME
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Konstruktivisme berada di titik temu dua aliran besar dalam sejarah sosiologi: sosiologi pengetahuan dan sosiologi sains, sosiologi pengetahuan dibentuk oleh pandangan tiga pemikir cemerlang : Marx, Mannheim dan Durkheim. Ketiganya menekankan peran yang saling memberi akibat dari factor-faktor social dalam membentuk kepercayaan individu. Marx terkenal karena menyatakan bahwa kelas social menentukan beragam sikap intektual. Mereka bertiga mengecualikan kepercayaan yang dimunculkan oleh matematika dan ilmu alam dari analisis social mereka. Kepercayaan ilmiah mereka anggap ditentukan secara rasional dan bukan secara kausal, dan dengan demikian melampaui pengaruh social dan cultural. Dualism epistemic inilah yang membedakan periode klasik sosiologi pengetahuan dengan manifestasinya yang lebih modern.[4]

DAFTAR PUSTAKA
Kukla, Andre. Konstruktivisme Sosial dan Filsafat Ilmu: (Jendela, Yogyakarta) 2003.
Muhadjir, Noeng Prof. Filsafat Ilmu, (Rake Sarasin:  Yogyakarta) 2001
Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu:(Liberty Yogyakarta) 2003.
Berling, Kwee, Mooij Van Peursen, Pengantar filsafat lmu. (PT Tiara Wacana : Yogyakarta) Cet ke-V, 2003.
 [1]Berling, Kwee, Mooij Van Peursen, Pengantar filsafat lmu. (PT Tiara Wacana : Yogyakarta) Cet ke-V, 2003. Hlm 1.
[2] Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu:(Liberty Yogyakarta) 2003. Hlm.6
[3] Muhadjir, Noeng Prof. Filsafat Ilmu, (Rake Sarasin:  Yogyakarta) 2001, Hlm. 69-78
[4] Kukla, Andre. Konstruktivisme Sosial dan Filsafat Ilmu: (Jendela, Yogyakarta) 2003. Hlm. 12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar